Demikianlah penjelasan singkat yang tertulis di sudut kanan bawah situs http://17an.org/
Setiap tanggal 17 Agustus, setiap tahun pada tanggal yang sama, Indonesia merayakan hari kemerdekaannya. Di negeri ini, bulan kedelapan kalender Masehi adalah bulan merah putih.
Di halaman kantor instansi pemerintah, gedung sekolah, gedung perkantoran milik swasta, kita bisa menyaksikan bendera merah putih dikibarkan. Saya yakin, bahkan di setiap halaman rumah, dari ujung timur hingga ujung barat di seluruh penjuru negeri, kita melihat hal yang sama.
Bendera merah putih. Simbol pemersatu. Identitas sebagai sebuah bangsa berdaulat dan merdeka.
Harga diri sebuah negeri, yang dahulu pada masanya, adalah sesuatu yang mustahil bisa dikibarkan dengan bebas di halaman rumah. Sekarang, jika Agustus tiba, bahkan semua tempat perbelanjaan selalu bersolek cantik dengan aneka ornamen berwarna senada: merah dan putih.
Sekadar renungan.
Setelah 66 tahun Soekarno dan Bung Hatta membacakan teks singkat proklamasi kemerdekaan Indonesia, setelah seluruh dunia akhirnya mengakui bahwa bangsa kita bukan lagi bangsa yang terjajah oleh negara mana pun, benarkah kita sudah merdeka?
Sudahkah kemerdekaan dinikmati oleh setiap manusia yang hidup di atas bumi Indonesia, atau kata ini baru sebatas slogan untuk gagah-gagahan, sekadar menghibur diri bahwa ‘ya, kita sudah merdeka’?
Jawaban yang paling jujur , saya rasa, hanya akan kita temukan, jauh di dalam hati masing-masing.
Lepas dari perdebatan tanpa ujung tentang merdeka atau belum merdeka, ada satu hal menarik yang terjadi di dunia virtual. Sejak tahun kemarin, setiap tanggal 17 agustus, komunitas online, masyarakat sosial media, merayakan hari peringatan kemerdekaan Indonesia ini dengan cara yang unik: upacara bendera digital.
Masih lekat di ingatan, betapa di tahun kemarin kita dibuat terharu biru dengan rangkaian upacara tujuhbelasan digital. Meski hanya bisa dipantau dan diikuti lewat twitter dan website, namun upacara itu terasa sangat nyata. Semangat para peserta upacara, keharuan yang ditimbulkan, nyaris tak ada bedanya dengan apabila kita mengikuti upacara yang sesungguhnya.
Di linimasa, jelas sekali terbaca emosi yang meluap, rasa bangga sebagai sebuah bangsa, terutama pada detik-detik menegangkan menjelang pembacaan teks proklamasi.
Tujuh belas Agustus tahun ini, para penggiat sosial media kembali melaksanakan upacara bendera digital. Diinisiasi oleh, antara lain, komunitas Salingsilang dan banyak komunitas online yang lain, event ini gaungnya luar biasa.
Meski beberapa kali terdengar suara-suara sinis bahwa ini bukan aksi nyata, atau bahwa mustahil mengumpulkan 1.781.945 tweets dan sms supaya bendera merah putih berhasil dikerek ke titik tertinggi tiang bendera, toh kita sudah melihat hasilnya.
Saat tulisan ini dibuat, 18 Agustus 2011 pukul 1 pagi, tercatat 1.998.977 tweet dengan tagar #17an yang terjaring oleh situs http://17an.org/. Jauh melampaui jumlah yang disyaratkan, yang jujur saja, sempat menjadi keraguan banyak orang.
Secara pribadi, saya bangga bisa menjadi bagian dari momen penting ini. Meski hanya perayaan simbolis, walaupun memang hanya hanya dapat dinikmati keriuhannya oleh segelintir masyarakat, ide dan upaya menunjukkan rasa cinta terhadap negeri ini wajib diapresiasi sebagai sebuah karya.
Kita tidak berada di sana saat terjadi perang melawan penjajahan. Kita semua, barangkali, belum semuanya punya kesempatan untuk melakukan sesuatu yang besar dan berarti untuk negeri ini. Tapi sekali lagi, inilah wujud cinta kami. Persembahan dari hati, untuk Indonesia.
Dirgahayu, negeriku!
| Tentang Penulis: Venus adalah seorang blogger dan social media specialist. Ia bisa dihubungi di http://venus-to-mars.com atau melalui akun @venustweets di Twitter |
( wsh / wsh )
0 comments:
Post a Comment